Sejak kecil, setiap muslim mengetahui bahwa syahadatain merupakan fundamen dari seluruh ajaran Islam. Anak-anak sekolah di Madrasah, SD, bahkan TK telah menghafalkan Rukun Islam yang rukun pertamanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Setiap hari kita pun mengucapkan syahadatain ini, sekurang-kurangnya di dalam sholat lima waktu: "Aku bersaksi bahwa tiada yang wajib disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah. " Bangunan Islam berdiri di atas landasan yang teguh, kokoh dan kuat. Ia berbentuk keyakinan yang total -dan menyeluruh tentang keesaan Allah (Tauhid) dan kerasulan Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam (Risalah). Sejauhmana keyakinan seseorang terhadap dua hal ini, sekuat itu pulalah fundamen dari bangunan Islam dalam dirinya. Sebaliknya, pengingkaran terhadap dua kalimat ini merupakan kekufuran karena sama artinya dengan mengingkari keseluruhan agama Allah. Namun, banyak ummat Islam yang belum menyadari urgensi dari kalimat yang mulia ini. Sehingga seringkali secara tidak sadar mereka melakukan pelanggaran Tauhid dan bersikap yang bertentangan dengan ma'na atau kandungan dua kalimat syahadat. Mereka mengucapkan kalimat ini semata dengan keyakinan, tetapi tidak memahami artinya atau belum mengerti kandungannya. KEYAKINAN YANG DIDASARI PEMAHAMAN Dalam membangun penghayatan terhadap seluruh ajaran Islam, pemahaman terhadap dua kalimat ini merupakan syarat mutlak. Apakah yang membedakan seorang muslim dengan seorang kristen? Apakah ucapan semata yang keluar dari mulutnya?Ucapan yang tidak berdasarkan keyakinan dan pemahaman, sudah tentu tidak akan memberi pengaruh atau kesan apa-apa dalam diri seseorang. Jika hanya mengulang-ulang satu dua kata atau serenceng kalimat, burung beo pun bisa melakukannya. Ucapan tanpa keyakinan bukanlah ucapan yang sah, sebagaimana kepercayaan tanpa pemahaman, bukanlah kepercayaan yang benar. Keyakinan merupakan kepercayaan yang utuh dan mendalam terhadap pengertian kandungan, konsekuensi logis dan akibat dari suatu pengucapan. Hanya dengan keyakinan yang benar seseorang akan mampu menghayati dan mengamalkan konsekuensi dari keyakinannya itu. Muslim adalah seseorang yang meyakini kebenaran ucapan syahadatnya. Muslim bukan semata keyakinan dan juga bukan semata pemikiran, tetapi muslim adalah paduan antara keduanya. Antara pemikiran dan keyakinan jauh berbeda, walaupun pada lahirnya kelihatan serupa. Pikiran yang tidak bersumber dari keyakinan, hanya menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan aqidah (keyakinan) terhujam dalam hati dan meresap ke dalam jiwa dan semangat. Satu pendapat yang pada hakikatnya salah, bisa dianggap benar. Tetapi kepercayaan (keyakinan) itu merupakan kebenaran yang tetap, tiada keraguan. Namun demikian, Islam memandang keyakinan yang kuat harus dibangun atas dasar pengertian yang mendalam. Kepercayaan yang tidak didasari kefahaman adalah kepercayaan yang rapuh, mudah rontok. Karena itu, Allah Yang Maha Bijaksana menginstruksikan kita agar mengilmui, dalam arti mempelajari dan memahami Laa ilaha illa-Llah:"Maka ketahuilah bahwa tiada ilah yang wajib disembah selain Allah. Dan mohonlah ampunan bagi dosa orang-orang yang beriman laki-laki maupun perempuan. Dan Allah tahu tempat kamu berusaha dan tempat tinggal kamu. " (QS. Muhammad : 19) .Dalam ayat ini Allah menyeru kita untuk mengisi kepercayaan kita terhadap kalimat Laa ilaha illa-Llah, dengan pengetahuan dan pemahaman yang benar.Berapa banyak orang yang melanggar dan berdosa karena pemahamannya yang keliru terhadap Laa ilaha illa-Llah. Di sini Allah menyuruh Rasul-Nya agar memohonkan ampunan bagi mereka yang berdosa karena melanggar kandungan kalimat ini. Para sahabat Rasulullah dahulu pun meyakini Laa ilaha illa-Llah dengan
pemahaman yang benar. Oleh Allah, mereka disebut "ulul ilmi ", karena tiada
ilmu yang lebih utama dari pengertian yang shohih tentang syahadatain.
MA'NA LAA ILAHA ILLA-LLAH Kalimat Laa ilaha illa-Llah terdiri atas tiga huruf: alif, lam, dan
ha. Namun, rangkaian kata-kata ini mengandung pengertian yang menjadi inti
dari seluruh ajaran Islam.
Jadi, ilah merupakan sesembahan yang dipuja atau diagungkan dengan penuh
cinta, takut, dan harap. Menurut 'Ibn Taymiyah,
seorang pembaharu yang dikenal konsisten, "Ilah adalah segala sesuatu
yang digandrungi atau dicenderungi oleh hati manusia dengan penuh rasa
cinta, takut, dan harap, sehingga orang yang cenderung tersebut mau mengabdikan
diri kepadanya'.
Banyak orang secara sadar atau tidak terjerumus ke dalam syirik ini.
Sebagai contoh, orang yang mengabdi pada kepentingan dirinya sendiri (egoisme),
tak mau ikut aturan kecuali peraturan dirinya sendiri. Orang seperti ini
tergolong sebagai orang yang memperilah (mempertuhankan) hawa nafsunya.
Allah 'Azza Wa Jalla ber~rman:
Fir'aun merupakan penguasa yang menjadikan dirinya sebagai ilah. Ia
memaksakan kehendaknya pada masyarakat. Ia berkeinginan agar seluruh rakyatnya
tunduk dan patuh pada kemauan dan kehendaknya. Sikap Fir'aun ini tergambar
dalam firman Allah:
Penguasa seperti Fir'aun selalu ada di setiap masa dan tempat. Karena itu, manusia banyak yang telah menjadikan para pemimpinnya sebagai ilah-ilah selain Allah. Penghambaan manusia kepada manusia lain merupakan problem terbesar sepanjang zaman. Agama yang dibawa para Rasul memang berupaya menghapus segala sesembahan (ilah), baik dari hawa nafsu seseorang maupun hawa nafsu sekelompok orang. Ilah tidak hanya berupa hawa nafsu manusia. Benda-benda mati yang tidak
memberi manfaat atau pun mudharat juga bisa dijadikan ilah oleh manusia-manusia
yang sesat. Cukup banyak orang beranggapan bahwa benda tertentu memiliki
kekuatan atau kesaktian sehingga mereka menyanjung dan memujanya pada waktu
tertentu dengan khusyu’. Maksud mereka agar mendapatkan perlindungan dan
pertolongan dari ilah-ilah palsu tensebut. Tentang ini, Allah berfirman:
MA'NA MUHAMMAD RASULULLAH Bagian kedua dari dua kalimat syahadat adalah pernyataan Muhammad Rasulullah.
Kalimat ini berma'na bahwa menerima cara pengabdian kepada Allah itu hanya
dari Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam. Seorang yang bersyahadat wajib
mengakui Muhammad sebagai aparat Ilahi untuk mengajarkan seluruh cara penghambaan
diri kepada Allah. Mengakui syahadat pertama tetapi menolak kandungan syahadat
yang kedua membuat syahadat seseorang tidak sah.
Dengan pernyataan ayat ini, seorang muslim hanya dibenarkan menerima
satu syariat saja dalam hidupnya (way of life), yaitu syariat Islam yang
diajarkan oleh Muhammad. Syariat itu merupakan kelanjutan dari syariat
para Rasul terdahulu. Dia bersifat universal dan berlaku sampai hari qiamat.
Syariat itupun tidak ditujukan hanya untuk satu bangsa atau satu masa saja,
melainkan untuk seluruh manusia dan berfungsi sebagai rahmat bagi semesta
alam.
Syariat Rasulullah berpangkal pada Al-Qur’an dan Sunnah. Kitabullah
merupakan pedoman hidup seluruh kaum muslimin. Sedangkan hadits-hadits
merupakan penjelas bagi Al-Qur’an setelah Al-Qur’an itu sendiri. Syariat
Islam datang untuk menjelaskan seluruh aspek kehidupan manusia. Rasulullah
adalah "The living Qur'an" (Al Qur'an yang hidup), beliau merupakan contoh
pribadi yang dikehendaki Allah dalam kehidupan yang nyata. Ketika Aisyah,
istri Rasulullah, ditanya tentang akhlak Rasulullah, Siti Aisyah menjawab:
Syarat utama penerimaan syahadat adalah kesediaan untuk mengikuti pola
hidup Muhammad Shollallhu 'Alaihi Wa Sallam dalam berbagai aspek: mengatur
hubungannya dengan Rabb, menentukan halal dan haram, hukum pidana dan perdata,
kemuliaan akhlak, hubungan sesama manusia, dan sebagainya. Keyakinan itu
berdasarkan keterangan dari beliau sendiri:
|